Janganlah Menangis Perempuan


Bob Marley tercatat berulangkali mengatakan pertunjukkannya sebagai upacara keagamaan untuk meningkatkan kesadaran akan kehidupan. Versi rekaman live salah satu lagu yang dinyanyikan dua malam itu, No Woman, No Cry, menjadi hit dunia. Rekamannya sendiri tidaklah sempurna sekali, tetapi intensitas vibrasi lagu itu menusuk setiap orang yang mendengarkannya. Lagu itu berkisah tentang seorang laki-laki (Bob Marley) yang berpisah dengan kekasihnya karena akan pergi memperjuangkan kebenaran di dunia. Judulnya No Woman, No Cry seolah mengatakan kalau tak ada perempuan maka tak akan ada tangis di dunia. Padahal Bob Marley menggunakan Bahasa Inggris Jamaika yang berarti Don't Woman, Don't Cry ; "janganlah engkau (perempuan) menangis." Menangisi sang kekasih yang pergi untuk memperjuangkan kebenaran.

Bob Marley juga yakin benar bahwa banyak lagu-lagu yang ia ciptakan adalah nujum akan masa depan yang selalu terbukti kebenarannya. Ia hampir mati terbunuh tahun 1973 oleh seorang yang masuk ke rumahnya --beberapa saat sebelumnya ia mengarang lagu Ambush in The Night yang sepertinya menceritakan kejadian itu. Ia merasa menjadi shaman yang harus terus mengingatkan manusia bahwa kebinasaan adalah niscaya dan tak lagi jauh dari mata. Ramalannya sendiri tentang kematian pada usia 36 tahun, setelah terlebih dahulu menikmati puncak kejayaannya selama tiga tahun sebagai pemusik -- entah mungkin karena ia sudah tahu terkena kanker ganas yang tak tersembuhkan -- terbukti benar.

Pada awalnya alasan ketertarikan Bob Marley pada musik sama dengan anak muda umumnya: menjadi populer dan keluar dari kemiskinan. Bapaknya seorang marinir Inggris --kulit putih-- meninggalkan ibunya --kulit hitam-- sejak Bob Marley kecil. Musiknya sangat beragam dan belajar dengan sangat rakus. Ia sangat mengenal melodi dan ritme jazz yang rumit tetapi ekspresif. Penggemar berat rock, terutama dari Fat Domino, Elvis Presley dan Ricky Nelson. Ia juga dikenal sebagai penggemar musik-musik Soul. Ia bahkan diketahui mengikuti dengan dekat Nat King Cole, yang dianggap berJazz dengan selera kaum kulit putih.

Tetapi dari itu semua, kecintaan utamanya adalah pada jenis musik tradisonal Jamaika: ska, jenis musik yang dimaklumi sebagai ibu dari musik reggae. Karena berbagai pengaruh aliran musik yang ada pada Bob Marley inilah, jenis musik reggae yang keluar dari tangan Bob Marley sangat eksplosiv dan berciri khas lain dibandingkan reggae yang sebelumnya ada.

Ketika pada akhir tahun 60an Bob Marley membentuk kelompok musiknya The Wailers --Sang Perintih-- bersama beberapa teman dekatnya, kelompok itu tak lebih dari sebuah kelompok ska sederhana. Tetapi ketika mereka mulai cenderung mereggae ketimbang ska dan mempertegas instrumen elektrik serta alat musik elektronik, mereka mulai menemukan ciri khas. Dentuman bass memandu ritme dengan ketukan seperti mengajak orang untuk meloncat-loncat. Bob Marley seringkali sengaja memainkan gitar elektroniknya dengan nada melompat-lompat sehingga sedikit agak keluar dari nada yang benar tetapi pas untuk menimpali suara bass yang menjadi patokan. Sebuah gaya yang kemudian menjadi trademark Bob Marley. Gaya bernyanyi Bob Marley juga tak jauh beda dengan cara ia memainkan gitarnya ; melengking seolah menjadi salah satu instrumen musik, yang seringkali tidak pas benar dengan nada musik yang dimainkan. Musik reggae paska Bob Marley jelas sekali terpengaruh oleh olahan Bob Marley, yang seolah kemudian diterima sebagai norma untuk memainkan reggae.

Sumber inspirasi ritme musik Bob Marley yang lain --dan reggae pada umumnya-- adalah nada repetitif seperti untuk upacara-upacara keagamaan di Jamaika. Nada repetitif ini untuk mengangkat alam bawah sadar manusia karena memang mempunyai potensi hipnotis yang hebat. Ini bukan yang luar biasa karena di seluruh dunia musik-musik tradisional --yang biasanya mempunyai kaitan dengan kepercayaan keagamaan-- cenderung menggunakan nada-nada repetitif. Apalagi jenis instrumen musik utama Jamaika adalah tambur, drum, genderang, atau semacamnya, yang tak banyak memberikan pilihan nada. Dipadu dengan pembacaan mantra maka nada repetitif menjadi medium yang efektif.

Dan yang dilakukan Bob Marley di atas panggung adalah membaca mantra --lagu-lagu ciptaannya-- dengan diiringi musik reggae. Bagi Bob Marley, mementaskan musik reggae adalah melakukan upacara keagamaan layaknya apa yang terjadi di Jamaika. Mengulang apa yang dialaminya di Jamika saat tumbuh dewasa. Adalah musik reggae olahan Bob Marley ini yang menyebar ke seluruh dunia di sepanjang tahun 70an. Mempengaruhi berbagai pemusik dunia yang sudah mapan, apapun alirannya, dan memberi inspirasi bagi pemusik pemula, baik putih maupun hitam. Yang juga membuat reggae versi Bob Marley mendunia adalah kesadaran penuhnya untuk menjadikan musik ciptaannya, dalam hal ini lirik, sebagai medium ekspresi atas observasi sosial politik.

Dari sisi idiososiologis, menurut para sosiolog musik, reggae versi Bob Marley menjadi tak jauh berbeda dengan kelahiran musik blues Amerika. Inilah yang menurut para sosiolog musik menjadi alasan mengapa Reggae bisa menyebar ke seluruh dunia. Pada sekitar tahun 70an, musik blues seperti telah kehilangan nyawanya. Dan musik rock, anak dari blues, kegemukan mengeruk uang dari dunia komersial. Reggae muncul persis seperti musik blues pada awalnya; sebagai jawaban orang kulit hitam atas kemiskinan, keputusasaan dan eksploitasi. Dan seperti musik rock ia mencoba memberi pengalaman spiritual (sesaat), persis seperti ketika musik rock mengambil alih hal itu dari kehidupan gerejani, juga sekaligus sebagai perwujudan pemberontakan kemapanan. Bahkan nama yang mapan buat kelompok musik Bob Marley adalah The Wailers, Sang Perintih, pelolong. Para anak muda dunia yang mencari alat pelampiasan dan pelarian dari dunia kapitalistik yang cuma satu dimensi, yang cuma mengukur segalanya dari seberapa tebal kantong di baju, memeluk reggae erat-erat sebagai bentuk eskapisme.

Dengan kaum hipies meredup ke pinggiran dan psychedelia gagal menjelaskan arti kehidupan di dunia, maka bersama gerakan punk, reggae menjadi sebuah trend dunia di tahun 70an. Reggae muncul dengan kakinya terhunjam ke lumpur dan kepalanya terhuyung-huyung menghantam kemapanan.

0 Responses

Posting Komentar